BONE – Perangkat Desa Tanete Harapan, Kecamatan Cina, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan jarang terlihat menjalankan tugas di kantor sebagai aparatur pemerintah desa setempat.
Ironisnya, kantor mendadak ramai ketika waktunya mengisi daftar hadir.
Hal itu diungkapkan salah satu warga yang meminta identitasnya tak disebutkan.
Perilaku ini dikeluhkan, warga tersebut merasa pelayanan publik tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Ia juga mengaku memiliki bukti berupa video dan rekaman suara yang menunjukkan perangkat desa berbondong-bondong hadir hanya untuk membubuhkan tanda tangan kehadiran.
“Kemarin baru bondong-bondong datang ke kantor untuk tanda tangan. Karena ada Satpol PP mau ambil daftar hadir,” kata sumber kepada media, Jumat (13/06/2025).
Perilaku ini dianggap bertolak belakang dengan Surat Edaran Bupati Bone nomor 188.6/1303/DPMD tentang Disiplin Pemerintah Desa.
Surat tersebut dengan tegas mengatur jam kerja dan kehadiran perangkat desa sebagai bagian dari tanggung jawab pemerintahan yang profesional.
Indikasi pelanggaran disiplin ini diduga terjadi akibat lemahnya pengawasan internal serta kurangnya ketegasan dari pimpinan desa.
Sejumlah perangkat dilaporkan hanya muncul sesaat untuk menandatangani daftar hadir, kemudian meninggalkan kantor tanpa menjalankan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Tanete Harapan, Irwanto yang dikonfirmasi membantah tudingan tersebut.
Menurutnya, sejak adanya surat edaran bupati, tingkat kehadiran perangkat sudah mulai membaik meski masih bersifat situasional.
“Waktu belum ada Surat Edaran saya sip-sipkan, tapi sekarang sudah sering-sering masuk semua. Dilihat saja keadaan, kalau mendesak pekerjaan di kantor mereka tinggal-tinggal. Kalau tidak, yah kalau sudah paraf, kembali,” bebernya.
Namun pernyataan ini belum cukup meredam keresahan warga.
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Sulawesi Selatan, Sri Rahayu Usmi, menegaskan bahwa perangkat desa wajib berkantor sesuai aturan. Menurutnya, pelayanan tidak bisa dilakukan secara sembarangan apalagi berpindah-pindah tempat tanpa alasan yang jelas.
“Di mana mau dilakukan kalau tidak berkantor? Namanya pemerintah itu pasti setiap waktu ada pelayanan dan ada jam kerja yang mau tidak mau harus diikuti, kalau pun dia lakukan pelayanan di rumah, itu di luar jam kerja,” tegas Ayu, sapaan akrabnya.
Ia bahkan menyebut tindakan malas berkantor sebagai bentuk korupsi waktu, suatu jenis penyimpangan yang meski tidak merugikan keuangan negara secara langsung, tetap berdampak besar terhadap kualitas pelayanan dan kepercayaan publik.
Fenomena serupa terjadi hampir di semua kantor desa di Kabupaten Bone. Masyarakat mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perangkat desa.
Mereka berharap pemerintah melalui dinas terkait tidak hanya menerbitkan surat edaran, tapi juga aktif memantau dan menindak pelanggaran disiplin di tingkat desa.
Kondisi ini menggarisbawahi urgensi pembenahan manajemen pemerintahan desa agar tidak hanya sibuk dengan administrasi, tetapi benar-benar hadir untuk melayani masyarakat secara nyata. (*)












