Pernah merasa frustasi saat cari data pembangunan tapi isinya kosong melompong? Atau malah dapet data yang ‘ajaib’—yang entah dari mana asalnya, dan entah siapa yang bertanggung jawab? Nah, di Sidenreng Rappang (Sidrap), problem ini pernah jadi keseharian. Dari 1106 indikator pembangunan yang seharusnya dikumpulkan, yang berhasil dikumpulkan hanya 237. Sisanya? Mungkin sedang bertapa di gunung data nirwana.
Tapi tenang, kisah ini tidak berakhir tragis. Di tengah kekacauan spreadsheet dan laporan menumpuk, muncullah Muhammad Ammar, M.Si.—sosok ASN muda, inovatif, dan (yang paling penting) nggak alergi teknologi. Ia bukan cuma bisa main Excel, tapi memanfaatkannya jadi senjata reformasi birokrasi. Ammar menggagas LAUT BANDA, singkatan dari Layanan Utama Bank Data, sebuah inovasi digital yang bikin pengelolaan data daerah jadi waras dan layak konsumsi publik.
Google Sheet: Pahlawan Tanpa Tanda Tangan Kontrak Mahal
Alih-alih bikin aplikasi berbiaya ratusan juta (yang seringkali lebih sering error daripada jalan), Ammar justru memilih Google Sheet. Yes, software gratisan sejuta umat itu! Tapi jangan salah sangka—di tangan orang yang tepat, spreadsheet bisa berubah jadi sistem statistik sektoral yang keren, aman, terintegrasi, dan bisa dijadikan dasar kebijakan. Sekarang, OPD cukup mengisi form online, diverifikasi oleh tim Wali Banda, dan data langsung masuk ke database dianalisis, lalu disulap jadi infografis yang nggak bikin ngantuk, lalu diposting ke media sosial. Jadi, bukan cuma buletin kusam yang tak pernah dibaca, tapi benar-benar informasi visual yang bisa dinikmati siapa saja—termasuk netizen yang doyan scroll-scroll Instagram. Tidak ada lagi data tercecer di flashdisk tua yang hilang entah ke mana.
Ammar juga membuka ruang konsultasi publik. Jadi masyarakat bisa ngobrol santai soal data via WhatsApp atau langsung mampir ke kantor. Dan yang paling asyik: hasil data diolah jadi infografis menarik, yang bikin netizen paham tanpa harus baca tabel sepanjang jalan kenangan.
Dampak? Nggak Cuma Gimmick
Hasil kerja keras Ammar dan tim BAPPERIDA Sidrap ini bisa dilihat dari angka: data indikator naik dari 21% jadi 74,8%. Nilai Indeks Statistik? Dulu nggak ada, sekarang 2,24 (kategori “cukup” menurut BPS). Konsultasi data? Dari nol jadi 54 orang. Dan sistem pengelolaan data pun kini rutin dikembangkan tiap tahun.
Memang belum semua target tercapai. Postingan infografis baru 88 dari target 250, dan majalah data baru satu biji. Tapi hei, Rome wasn’t built in a day—apalagi kalau modalnya cuma 10 juta per tahun dari APBD. Ya, kamu nggak salah baca: Rp 10 juta, bukan 10 miliar.
Kenapa Ini Layak Dilirik Daerah Lain?
Karena inovasi ini bukan cuma hemat, tapi juga masuk akal dan mudah direplikasi. LAUT BANDA menunjukkan bahwa kadang, solusi besar datang dari hal yang kita anggap remeh. Ammar membuktikan bahwa dengan kombinasi niat baik, literasi digital, dan kolaborasi lintas sektor, birokrasi bisa bekerja dengan cara yang lebih masuk akal.
Akhir Kata: Hargai Data, Sebelum Rencana Jadi Salah Arah
LAUT BANDA adalah pengingat bahwa data bukan sekadar angka, tapi bahan bakar pembangunan. Dan Muhammad Ammar, M.Si. telah membuktikan bahwa ASN bisa kok jadi pionir perubahan—asal mau turun tangan, bukan cuma angkat tangan.
Jadi, kalau daerahmu masih nyari-nyari data sambil ngeluh di rapat, mungkin saatnya japri Ammar. Siapa tahu LAUT BANDA bisa bersandar juga di pelabuhan datamu.












