Laporan Kerukunan 98 Kota: Data SDGs sebagai Panggung Ilusi?

Parepare – Laporan Analisis Kerukunan Umat Beragama: Perbandingan 98 Kota di Indonesia yang dirilis Laboratorium SDGs IAIN Parepare Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam mengklaim memetakan kerukunan lewat tiga indikator: volume pemberitaan, minat pencarian, dan sentimen media. Di permukaan, data tampak komprehensif—namun benarkah angka-angka ini merepresentasikan realitas toleransi di akar rumput?

Dominasi Kota Besar, 25 % Kombinasi Nyaris Tak Tersorot

Top 3 News Count: Yogyakarta, Malang, Bandung
Fakta mengejutkan: Seperempat kombinasi “keyword + kota” tidak memiliki satu pun artikel.

Media nasional acap memusatkan liputan di pusat-pusat ekonomi dan pendidikan, sementara ratusan kota kecil terabaikan. Dengan median hanya 2 artikel per kombinasi, benarkah volume besar di kota besar mencerminkan keberhasilan kerukunan, atau sekadar menunjukkan kekuatan mesin publisitas kota tersebut?

Google Trends: 75 % Kombinasi Nol Indeks

Top 5 Trend Index: Ambon (1,7 %), Ternate (1,4 %), Mataram (1,4 %), Batu (1,2 %), Makassar (1,2 %)
Tiga kuartil pertama: Semua 0, menandakan sebagian besar kota–keyword tidak terdeteksi sama sekali.

Popularitas digital terpusat pada kota konflik dan pariwisata, sementara akses informasi daring di kota menengah dan kecil tak terukur. Apakah upaya #Kerukunan[City] benar-benar menjangkau publik, atau hanya meramaikan lini masa di kota-kota tertentu?

Sentimen Media: Positif Tinggi di Kota Kecil, Negatif di Beberapa Wilayah

  • Pct_Positive Top 5: Tomohon 9,6 %, Sibolga 7,2 %, Balikpapan 4,9 %, Singkawang 3,8 %, Manado 3,4 %

  • Pct_Negative Top 5: Banjarbaru 2,6 %, Salatiga 2,55 %, Cilegon 2,35 %, Yogyakarta 1,85 %, Denpasar 1,8 %

Kota kecil bisa mencetak persentase positif tinggi dengan hanya beberapa artikel, sedangkan kota besar—meski punya ratusan liputan—gagal masuk daftar positif. Ini menegaskan bahwa metodologi berbasis proporsi rentan memunculkan “pahlawan kecil” data tanpa skala nyata.

Tidak Ada Kota yang Unggul di Ketiga Indikator

Laporan menyimpulkan:

  • Kota besar unggul di News Count & Trend Index, namun Pct_Positive < 1 %.

  • Kota menengah/kecil memiliki Pct_Positive > 2 % tapi liputan dan pencarian rendah.

Tidak satupun kota mampu mencapai “High–High–High,” menandakan jurang antara kuantitas dan kualitas narasi kerukunan.

Sorotan Sulawesi Selatan: Antara Makassar dan Dua Kota Kecil

  • Makassar: Peringkat 8 News Count (26,2 %), Trend Index 5 (1,2 %), Pct_Positive 0,38 %

  • Parepare: R 51 News Count (5,3 %), Trend Index 0 % (Rank ≥ 75), Pct_Positive 3,41 %

  • Palopo: R 70 News Count (1,6 %), Trend Index 0 % (Rank ≥ 75), Pct_Positive > 2 %

Makassar mendominasi statistik, sementara Parepare dan Palopo—meski memiliki narasi positif relatif tinggi—nyaris tak terdengar di media nasional dan Google Trends.

Panggung Statistik atau Citra Nyata Kerukunan?

Metodologi RSS hanya menghitung puluhan artikel terbaru, berpotensi melupakan arsip lama dan liputan outlet kecil. Google Trends menampilkan data relatif yang mengabaikan populasi kecil. TextBlob hanya menganalisis snippet judul dan deskripsi, rawan meleset pada konteks lokal. Tanpa verifikasi lapangan, angka-angka ini berisiko menjadi panggung pencitraan, bukan jembatan dialog antarkomunitas.

Silakan Unduh Laporan Riset

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *