Sidenreng Rappang, 10 April 2025 – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Sidenreng Rappang menyelenggarakan Program Selebrasi Kerukunan melalui dialog lintas agama yang berlangsung di Gedung PLHUT Kementerian Agama Kabupaten Sidrap, Pangkajene, Kamis (10/4). Kegiatan ini menjadi salah satu implementasi dari program prioritas Kementerian Agama RI tahun 2025–2029, khususnya pada penguatan kerukunan dan cinta kemanusiaan.
Dialog yang dihadiri berbagai unsur tokoh agama, aparat keamanan, serta organisasi kemasyarakatan ini mengangkat tema besar pentingnya menjaga harmoni dalam keberagaman agama dan budaya.
Moderator Soroti Isu Agama dalam Konflik Sosial
Sesi panel diskusi dipandu oleh H. Mallingkai Ilyas, Lc, Ketua Tim Bina Lembaga dan Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan. Dalam pembukaannya, ia menyampaikan bahwa konflik sosial sering kali tidak dilandasi oleh persoalan agama, namun agama kerap dijadikan alasan agar isu menjadi perhatian publik.
“Sering kali konflik sebenarnya bukan soal agama, tetapi disebut-sebut agama agar menjadi isu nasional,” ujar Mallingkai, membuka ruang diskusi yang kritis dan terbuka.
Perspektif Keamanan dan Peran TNI-Polri
KOMPOL Sulkarnain, Wakapolres Sidrap, sebagai pembicara pertama, menekankan pentingnya kerukunan dalam menciptakan rasa aman di tengah masyarakat. Ia menyatakan bahwa Polri memiliki tugas untuk menjaga ketertiban termasuk dalam kegiatan keagamaan.
“Tidak akan ada aktivitas sosial tanpa rasa aman. Perbedaan agama seharusnya bisa dirayakan dengan suka cita. Polri memberikan perlindungan secara adil bagi semua umat beragama,” tegasnya.
Kapten Inf. Abd. Rajab, Danramil Kecamatan Baranti yang mewakili Dandim 1420 Sidrap, turut menambahkan bahwa keberadaan FKUB sangat strategis untuk menjaga persahabatan lintas agama. Menurutnya, Sidrap sebagai daerah yang majemuk tetap berpotensi konflik, namun kerja sama semua pihak dapat memperkuat kerukunan.
Cinta sebagai Titik Temu Keberagamaan
H. Aminuddin, Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil Kemenag Sulsel, menyampaikan materi tentang pentingnya pendidikan toleransi sejak dini. Ia menjelaskan bahwa setiap tokoh agama pada hakikatnya adalah penyuluh bagi umatnya dan memiliki tanggung jawab moral serta sosial.
“Kementerian Agama mendorong pendidikan toleransi di jalur formal, informal, dan non-formal. Kami mengusung kurikulum cinta, karena titik temu dari semua agama adalah cinta kasih,” ujar Aminuddin.
“Penyuluhan keagamaan harus mampu mendekatkan umat pada nilai-nilai luhur agama. Toleransi yang diajarkan tokoh agama harus berdampak hingga ke akar rumput.”
Ia juga mengingatkan pentingnya etika dalam penggunaan media sosial agar tidak memperkeruh suasana keberagaman.
Aspirasi dari Tokoh Agama
Dalam sesi tanya jawab, Andi Jamal, anggota FKUB Sidrap yang juga dari MUI dan pimpinan pesantren, menekankan bahwa nikmat terbesar adalah iman dan kesehatan. Ia mengapresiasi dukungan TNI-Polri dalam menjaga suasana keagamaan yang kondusif.
“Namun kita juga harus waspada, hiburan malam bisa menjadi pemicu konflik moral karena seringkali menghadirkan cinta palsu yang merusak,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan umat Kristen menyampaikan rasa terima kasih atas keterlibatan komunitas Nasrani dalam berbagai kegiatan FKUB.
“Kerukunan tidak berarti harus seragam, tapi bagaimana kita saling menghargai dalam perbedaan,” ucap salah satu pendeta di Sidrap.
Senada, perwakilan umat Hindu Tolotang juga menyampaikan bahwa kerukunan harus terus dijaga, termasuk melalui media sosial yang kini menjadi ladang hoaks. Ia mengajak semua pihak agar bijak dalam bersosial media dan terus menyebarkan pesan damai.
Selebrasi kerukunan ini tidak hanya menjadi ruang refleksi antarumat beragama, tetapi juga momentum bersama untuk menggaungkan pesan cinta, perdamaian, dan solidaritas sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.












