Oleh Adnan Achiruddin Saleh
Tugas pemerintah adalah menjawab cita-cita negara yang termaktub pada Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdasakan kehidupan bangsa. Pemerintah wajib memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi agar setiap anak dapat mengakses pendidikan berkualitas. Pemerintah tidak boleh membatasi anak bangsa mengakses pendidikan pada setiap level.
Namun, ironisnya, pemerintah justru membatasi akses pendidikan bagi dosen PPPK. Aturan yang melarang dosen PPPK melanjutkan pendidikan pada level tertinggi, seperti doktor, adalah pembangkangan terhadap UUD 1945. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan keadilan yang harusnya diterapkan dalam sistem kepegawaian negara. Dosen harus terus belajar agar dapat menghadirkan pengayaan keilmuan dalam proses belajar mengajar. Dosen harus mampu memfasilitasi pertemuan bersama mahasiswa dengan penuh pendalaman dan penguasaan keilmuan. Agar dapat melaksanakan tuntutan ini, tentu dosen juga harus mendapatkan kesempatan belajar yang lebih tinggi pada level doktoral. Selain itu, jenjang akademik dosen paling tinggi yakni profesor hanya bisa diraih dengan kualifikasi akademik doktor.
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 48 menyebutkan bahwa status dosen terdiri dari dosen tetap dan dosen tidak tetap. Lebih lanjut, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen, menjelaskan bahwa dosen tetap memiliki dua ciri, yaitu bekerja penuh waktu dan memenuhi beban kerja minimal 12 Satuan Kredit Semester (SKS).
Dalam konteks ini, dosen PPPK termasuk dosen tetap pada perguruan tinggi yang berhak memiliki jenjang jabatan akademik Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, dan Profesor. Dosen PPPK diakui dalam akreditasi Perguruan Tinggi oleh Ban-PT dan Program Studi oleh Lembaga Akreditasi Mandiri, melaporkan Beban Kerja Dosen (BKD) minimal 12 SKS setiap semester, Namun, pada praktiknya saat ini, dosen PPPK diangkat pada jabatan akademik Asisten Ahli dan tidak dapat mengusulkan jabatan akademik di atasnya.
Lebih lanjut, dosen tidak tetap dijelaskan pada pasal 4 bahwa ayat 1) dosen tidak tetap yang dapat memiliki jabatan akademik merupakan Dosen tidak tetap yang sebelumnya pernah berstatus sebagai Dosen tetap dan ayat 2) Jabatan akademik (yang dimaksud pada poin 1) merupakan jabatan akademik yang sebelumnya dimiliki sebagai Dosen tetap. Bila dipahami bahwa dosen PPPK yang sebelumnya pernah menjadi dosen tetap Non PNS sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan RI Nomor 84 tahun 2013tentang Pengangkatan Dosen Tetap Non Pegawai Negeri Sipil Pada Perguruan Tinggi Negeri dan Dosen Tetap Pada Perguruan Tinggi Swasta dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Dosen Tetap Bukan Pegawai Negeri Sipil Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri Dan Dosen Tetap Perguruan Tinggi Keagamaan Swasta, maka dapat dipahami bahwa dosen PPPK yang pernah menjadi dosen tetap non PNS sesuai dengan dua regulasi tersebut seharusnya dapat mendapatkan jabatan akademik. Adapun yang tidak dibolehkan memiliki jabatan akademik adalah yang disebutkan pada ayat 3 yakni Dosen tidak tetap yang tidak pernah berstatus sebagai Dosen tetap tidak memiliki jabatan akademik.
Dengan melihat pemaknaan status dosen tetap dan dosen tidak tetap pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen, secara sederhana dapat dipahami bahwa aturan yang melarang dosen PPPK melanjutkan studi doktor dan tidak dibolehkan melakukan pengusulan jabatan akademik ke lektor, lektor kepala, profesor adalah kekeliruan.
Melalui tulisan ini, kami meminta kepada pemerintah 1) agar segera menyelesaikan Peraturan Pemerintah (PP) Manajemen ASN sebagai perintah dari UU nomor 20 tahun 2023 tentang ASN pasal 31, 2) Selama PP Manajemen ASN belum selesai, agar segera mengevaluasi peraturan diskriminatif terhadap dosen PPPK, 3) melakukan penyesuaian jabatan akademik pada dosen PPPK yang sebelumnya berstatus sebagai dosen tetap non PNS pada Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama sesuai dengan data pada PD Dikti.












