Sidrap dan Pembangunan Gender: Tren Positif, Tapi Masih Ada Pekerjaan Rumah

Sumber: lautbanda.id
Sumber: lautbanda.id

Di tengah geliat pembangunan yang terus berlangsung di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), ada satu kabar baik yang patut mendapat sorotan: kesetaraan gender menunjukkan arah yang semakin positif. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2024, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Sidrap terus mengalami peningkatan sejak 2020. Dari skor 92,55 pada empat tahun lalu, kini angka itu telah menyentuh 93,32. Kenaikan ini mencerminkan makin kecilnya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam menikmati hasil pembangunan, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Capaian ini tentu menggembirakan. Apalagi jika melihat bahwa IPG Sidrap sudah berhasil melampaui rata-rata nasional yang berada di angka 92,46. Namun jika kita bandingkan dengan capaian provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan yang kini mencapai 93,98, posisi Sidrap masih belum optimal. Bahkan secara peringkat, Sidrap berada di urutan ke-12 dari 24 kabupaten/kota di Sulsel. Ini artinya, separuh wilayah di provinsi ini sudah lebih maju dalam hal mengurangi kesenjangan gender.

Meski tren IPG terlihat positif, cerita menjadi berbeda ketika kita menengok data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut jenis kelamin. Tahun 2024, IPM laki-laki di Sidrap tercatat sebesar 78,57. Sementara itu, IPM perempuan berada pada angka 73,32. Perbedaan lebih dari 5 poin ini menunjukkan bahwa perempuan masih belum menikmati pembangunan yang setara dengan laki-laki. Perempuan cenderung memiliki akses dan hasil yang lebih rendah, baik dalam pendidikan, harapan hidup, maupun pengeluaran rata-rata.

Ironisnya, angka IPG yang mendekati 100 ini kadang bisa menipu. IPG dihitung dari rasio antara IPM perempuan dan IPM laki-laki. Jadi, ketika IPM laki-laki dan perempuan sama-sama rendah tapi selisihnya kecil, IPG tetap bisa tinggi. Oleh karena itu, angka IPG seharusnya tidak dilihat secara tunggal, melainkan harus dibaca bersama dengan angka IPM masing-masing gender. Dalam konteks Sidrap, masih ada pekerjaan rumah besar dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan agar setara, bahkan melampaui capaian laki-laki.

Perlu upaya lebih dari sekadar program formalitas. Pemerintah daerah perlu memikirkan bagaimana caranya agar perempuan bisa memiliki peluang yang sama dalam pendidikan tinggi, pelatihan kerja, dan akses terhadap layanan kesehatan. Pemberdayaan perempuan dalam dunia kerja dan ekonomi juga harus didorong lebih aktif, termasuk dukungan terhadap pelaku UMKM perempuan di desa-desa.

Selain itu, pengambilan keputusan publik juga perlu melibatkan perempuan secara lebih bermakna. Bukan hanya sebatas jumlah dalam struktur, tapi juga dalam ruang bicara, ruang pengaruh, dan ruang aksi. Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, dalam musrenbang desa, hingga kepemimpinan formal bisa menjadi titik tolak yang strategis untuk mewujudkan pembangunan yang benar-benar setara.

Capaian Sidrap saat ini sudah cukup membanggakan, namun belum bisa disebut memuaskan. Di balik angka yang tampak baik, masih ada ketimpangan yang perlu diselesaikan. Kuncinya ada pada kemauan politik, kepekaan kebijakan, dan keberpihakan yang nyata terhadap perempuan. Karena kesetaraan gender bukan sekadar skor statistik—tapi tentang masa depan yang adil bagi seluruh warga, tanpa terkecuali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *