Dalam era persaingan pendidikan tinggi yang semakin ketat, pertanyaan besar yang perlu kita ajukan sebagai bagian dari sivitas akademika adalah: sudahkah institusi kita benar-benar membangun sistem penjaminan mutu yang kokoh dan berjalan efektif? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat menentukan tidak hanya akreditasi institusi dan program studi, tetapi juga kredibilitas akademik kita di mata publik.
Perangkat SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) bukan sekadar dokumen administratif. Ia adalah jantung dari tata kelola mutu di perguruan tinggi. Keberadaannya menjadi bukti nyata bahwa sebuah institusi tidak hanya mengejar pengakuan eksternal semata, tetapi juga memiliki kesadaran internal untuk terus tumbuh dan berbenah.
Mari kita lihat kerangka regulasi yang menegaskan hal ini. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dalam Pasal 53 ayat 1 mewajibkan perguruan tinggi mengembangkan SPMI sebagai sistem internal untuk menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan. Selanjutnya, Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 memperjelas bahwa standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi adalah penjabaran operasional dari Standar Nasional Dikti (SN-Dikti), dan harus dituangkan secara sistemik dalam SPMI.
Tak hanya dari kementerian, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) juga menempatkan SPMI sebagai elemen krusial dalam penilaian akreditasi. Dalam Peraturan BAN-PT Nomor 13 Tahun 2023 tentang standar akreditasi nasional, disebutkan bahwa fungsi SPMI beserta SDM pelaksananya harus terbentuk baik di tingkat institusi maupun fakultas. Bahkan dalam Peraturan BAN-PT Nomor 27 Tahun 2024 tentang instrumen akreditasi ulang, dijelaskan bahwa status akreditasi unggul hanya bisa diperoleh jika perguruan tinggi telah memiliki perangkat SPMI yang berjalan, lengkap dengan mekanisme dan organisasinya.
IAIN Parepare pun tidak terlepas dari kewajiban ini. Dalam Statuta IAIN Parepare (PMA No. 16 Tahun 2019), Pasal 68 ayat 3 menyebutkan bahwa standar pendidikan tinggi Institut harus disusun bersama oleh organ institut dan ditetapkan oleh Rektor. Ini menjadi landasan formal bagi seluruh unit kerja, termasuk dosen dan tendik, untuk aktif mengambil peran dalam membangun mutu melalui SPMI.
Lantas, seperti apa bentuk perangkat SPMI itu? Pedoman implementasi SPMI tahun 2024 dari Kemendikbudristek menjelaskan bahwa perangkat ini mencakup:
-
Kebijakan SPMI,
-
Pedoman penerapan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan) terhadap Standar Dikti,
-
Standar dan/atau kriteria mutu, serta
-
Tata cara pendokumentasian implementasi SPMI.
Empat perangkat ini menjadi dasar bagi segala aktivitas akademik dan non-akademik. Tanpa perangkat ini, jangan berharap institusi atau program studi kita bisa meraih akreditasi unggul.
Faktanya, lembaga-lembaga akreditasi mandiri seperti LAMDIK (untuk bidang kependidikan) dan LAMEMBA (untuk bidang ekonomi dan bisnis) dengan tegas memasukkan efektivitas pelaksanaan SPMI sebagai salah satu dari syarat utama memperoleh status unggul. Di LAMDIK, PPEPP yang berjalan efektif adalah satu dari lima indikator utama. Di LAMEMBA, sistem manajemen mutu internal yang konsisten, efisien, dan dilaporkan secara berkala menjadi satu dari enam syarat unggul.
Artinya, SPMI bukan hanya urusan birokrasi. Ia adalah urusan seluruh sivitas akademika, terutama dosen sebagai ujung tombak pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi. Kita semua harus memahami perangkat SPMI, berpartisipasi dalam implementasinya, dan memastikan bahwa siklus PPEPP benar-benar hidup di setiap aktivitas akademik dan non akademik.
Membangun budaya mutu tidak bisa instan. Ia adalah proses panjang yang menuntut komitmen kolektif. Namun percayalah, hasil akhirnya adalah institusi yang tidak hanya terakreditasi unggul, tetapi juga diakui sebagai pusat keunggulan akademik yang sesungguhnya.
Saatnya kita bertanya pada diri sendiri: apa kontribusiku dalam membangun mutu di kampus ini?
Oleh: Adnan Achiruddin Saleh
Dosen di IAIN Parepare










